Mengubah Nasib
Untuk mengubah nasib menjadi lebih baik, bukan semata soal relasi, soal hoki, atau soal keajaiban. Mengubah nasib sebenarnya—bahkan 100%—berada di tangan kita penentunya. Ini sejalan ungkapan dalam Islam yang berlaku universal yang menganjurkan tentang tanggung jawab sebagai pribadi, yakni: “Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum tanpa mereka berusaha mengubahnya sendiri!”
Bagi saya, nasib memang kita sendiri yang memegang. Nasib kita adalah apa yang kita perjuangkan selama ini. Nasib kita adalah apa yang kita kerjakan selama ini. Sepanjang kita sudah berusaha, sudah bekerja, sudah berjuang, nasib hanya “menunggu” untuk berubah. Tentu, untuk sampai pada pertanyaan nasib seperti apa yang akan kita ubah, kita perlu memiliki target besar yang menantang.
Ambil contoh saat saya ke Jakarta kali pertama dulu, saya pun memiliki impian besar. Di sanalah saya menancapkan target untuk ditaklukkan. Karena itu, meski kemudian harus memulai dari bawah, menjadi tukang angkut barang, bekerja di pabrik sabun, dan berbagai pekerjaan kasar lainnya, saya sepenuhnya selalu sadar, bahwa itu semua hanyalah “fondasi” yang harus saya bangun untuk mengubah nasib. Sehingga, meski berat, saya terus meyakinkan diri sendiri, “Ini hanya proses. Ini semata perjuangan yang harus saya lakukan untuk mewujudkan impian.” Dengan cara itu, saya terus menguatkan fondasi keyakinan, bahwa semua proses itu hanyalah “jembatan” menuju pada terwujudnya impian.
Ibarat membuat bangunan kokoh yang perlu fondasi kuat agar tahan lama, pada masa itulah saya menyadari, bahwa semua pasti melalui proses penguatan. Karena itu, saat-saat berat, saat-saat penat, saat-saat berkeringat, saya justru bersyukur, inilah masa di mana saya akan jadi insan luar biasa yang bisa menjadi hebat.
Inilah salah satu kunci mengubah nasib, yakni menyadari bahwa semua harus melalui proses. Meski panjang dan melelahkan, sepanjang kita mempunyai target besar yang menantang, maka proses itu akan menjadi “kenikmatan”. Sehingga, saat sedih karena belum mencapai impian, saat kecewa ketika belum menjadi kenyataan, akan menjadi “makanan sehari-hari” yang bisa jadi “vitamin” yang memperkaya mental.
Dengan pengertian tersebut, pelan-pelan nasib akan mengalami perubahan. Jalannya pun bisa bermacam-macam. Ada yang di tengah jalan bertemu dengan orang yang bisa membukakan jalan. Ada yang di tengah jalan bertemu dengan kesempatan yang bisa dimaksimalkan. Ada yang di masa perjuangan bertemu dengan kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan. Saat itulah—yang sering kali kemudian dikonotasikan dengan datangnya hoki, atau bahkan datangnya bantuan Tuhan—yang kemudian benar-benar mengubah nasib seseorang.
Dan, sebagaimana kisah sukses banyak orang hebat, jika ditelusuri kehidupannya, pasti mengalami semua proses tersebut. Punya cita-cita atau target besar—yakni mengubah nasib, baik dikatakan atau tidak—kemudian berjuang memenuhi tujuan tersebut, melalui proses yang sering kali penuh ujian dan cobaan, hingga kemudian menemukan kesempatan untuk mencapai perubahan yang didambakan. Semua proses tersebut berjalan linear. Bahkan, bagi orang yang terkesan “sukses dengan mudah”, pasti ada cerita perjuangan di balik kesuksesannya. Karena sejatinya, mengubah nasib tak kan bisa bersifat instan.
Dengan kesadaran bahwa mengubah nasib tak bisa instan, maka seharusnya kita sadar, bahwa perjuangan tak boleh berhenti. Bahkan, ketika nasib yang kita damba sudah tercapai, sebenarnya kita sendiri sedang menuju pada “perjalanan” mengubah nasib berikutnya. Sebab, selalu ada yang namanya hukum perubahan. Maka, mereka yang tak waspada, sukses yang didapat bisa jadi hanya akan bertahan sesaat.
Mari, terus pelihara semangat mengubah nasib dengan terusberjuang, belajar, dan bekerjatanpa henti. Dengan cara tersebut, kita pun akan selalu siap di segala kondisi. Kita akan menjadi insan yang mampu terus menggali potensi, hingga mampu meraih prestasi demi prestasi.
Selamat berjuang. Salam sukses, luar biasa!
Sumber: Cerita Motivasi & Inspirasi
0 Response to "Mengubah Nasib"
Post a Comment