Meneladani Nabi Ibrahim As (Aktualisasi Makna Ibadah Qurban)
Tanpa terasa hari raya idul Adha akan kembali menghampiri kita. Idul Adha disebut juga Idul Qurban atau hari raya akbar. Disebut hari raya Qurban, karena pada hari itu umat Islam di syariatkan Allah Swt untuk menyembelih hewan Qurban.
Qurban berasal dari bahasa arab qarraba, yuqarribu, qurbanan yang artinya berhampir diri dengan Allah Swt. Pengertian umum yang sering ditafsirkan oleh masyarakat yaitu penyembelihan berkaitan dengan pelaksanaan dengan cara menyembelih hewan qurban pasca pelaksanaan Shalat Idul Adha. Kata qurban pada umumnya sudah menjadi bahasa baku Indonesia sehingga awal Q berubah menjadi awal K. Maka sudah tidak asing lagi kata qurban diubah menjadi kata “Kurban”. Adha artinya penyembelihan – penyembelihan hewan qurban, bermula dari perintah Allah Swt kepada nabi Ibrahim As untuk menyembelih anaknya Ismail As.
jika kita baca sejarah awal disyariatkannya ibadah qurban sejarahnya cukup panjang. Allah SWT telah memerintahkan ibadah qurban kepada umat manusia, sejak zaman Nabi Adam AS. Perintah qurban mulai diperintahkan kepada dua putra Nabi Adam AS, yakni Habil yang berprofesi sebagai petani dan Qabil seorang peternak. Keduanya diminta untuk berqurban dengan harta terbaik yang mereka miliki.
Peristiwa qurban dua anak manusia itu dikisahkan dalam Alquran surat al-Maaidah ayat 27. Allah SWT berfirman, ''Dan ceritakanlah (Muhammad) kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (qrban) dari orang-orang yang bertakwa.''
Seiring berjalannya waktu, perintah berqurban juga diterima Nabi Ibrahim AS. Setelah melalui penantian yang begitu panjang, Ibrahim akhirnya dikaruniai seorang putra bernama Ismail, dari istrinya yang bernama Siti Hajar. Ia pun begitu gembira dan bahagia. Namun, kebahagiaannya memiliki seorang putra, kemudian diuji oleh Allah SWT.
Saat berusia 100 tahun, datanglah sebuah perintah Allah SWT kepadanya melalui sebuah mimpi. ''...Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu..?'' (QS: as-Saffat:102). Dengan penuh keikhlasan, Ismail pun menjawab, ''...Wahai Ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepada mu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.'' (QS:as-Saffat:102).
Kemudian, Nabi Ibrahim AS membawa Ismail ke suatu tempat yang sepi di Mina. Ismail pun mengajukan tiga syarat kepada sang ayah sebelum menyembelihnya. Pertama, sebelum menyembelih, hendaknya Nabi Ibrahim AS menajamkan pisaunya. Kedua, ketika disembelih, muka Ismail harus ditutup agar tak timbul rasa ragu dalam hatinya. Ketiga, jika penyembelihan telah selesai, pakaiannya yang berlumur darah dibawa kepada ibunya, sebagai saksi qurban telah dilaksanakan.
''Maka tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Lalu Kami panggil dia, 'Wahai Ibrahim!' sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu...'' (QS: as-Saffat ayat 103-104). Ketika pisau telah diarahkan ke arah leher Ismail, lalu Allah SWT menggantikannya dengan seekor domba yang besar.
''Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.'' Atas pengorbanan Ibrahim AS itu, Allah SWT berfirman, ''Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Selamat sejahtera bagi Ibrahim. Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.'' (QS: as-Saffat:108-109).
Allah Swt mensyari`atkan ibadah Qurban kepada umat Islam karena Allah Swt telah menganugerahkan nikmat yang banyak. “sesungguhnya kami telah memberi kamu nikmat yang banyak, karena itu dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah. Statement ini tertuang pada Q.S Al-Kautsar : 1 -2.
Merujuk pada ayat tersebut, sampai detik ini Allah Swt tidak henti-hentinya memberikan nikmat yang banyah pada umat-Nya. Maka pantaslah kita berkorban untuk Allah Swt sebagai bukti dan tanda terima kasih kepada Allah Swt.
Makna yang tersirat pada pelaksanaan ibadah Qurban sangatlah banyak. Diantaranya ;
Pertama, Wujud rasa syukur atas karunia dan nikmat Allah Swt. Ibadah Qurban merupakan salah satu wujud rasa syukur atas karunia dan nikmat yang diberikan Allah Swt kepada umat Islam. Rasa syukur tersebut diwujudkan dengan cara menyembelih hewan Qurban, kemudian dibagikan sebagian kepada fakir miskin dan kaum kerabat. Selain wujud rasa syukur kepada Allah Swt, seorang hamba Allah Swt juga menumbuhkan nilai dan semangat solidaritas sosial dalam bentuk berbagi dengan kaum fakir – miskin.
Kedua, Memupuk semangat rela berkorban. Walaupun ibadah Qurban hanya disyari`atkan pada hari raya Idul Adha, akan tetapi semangat berqurban harus tetap dijaga oleh setiap muslim. Setiap muslim harus rela mengorbankan sebagian harta, pikiran, tenaga, waktu dan bahkan jiwanya dijalan Allah Swt. Untuk mewujudkan itu semua di butuhkan semangat rela berkorban.
Ibadah Qurban bukan hanya berhubungan dengan Allah Swt akan tetapi juga berhubungan langsung dengan manusia. Salah satu bentuk ibadah Qurban yang berhubungan langsung dengan manusia dapat dilaksanakan berupa menolong umat Islam yang sedang dilanda musibah. Ibadah yang dilakukan seimbang antara ibadah individu dengan ibadah sosial, terkadang ibadah sosial lebih tinggi nilai pahalanya dibandingkan dengan ibadah individu. Ibadah sosial dengan berbuat kebaikan untuk orang lain dan masyarakat akan dapat menutupi kekurangan ibadah individu. Karena ibadah ritual/individu itu mengenai qolbu seseorang, sedangkan ibadah sosial bersentuhan dan berhubungan langsung dengan masyarakat luas. Seperti peduli terhadap korban bencana alam yang acap kali melanda negeri kita. Pengorbanan yang seperti ini merupakan bukti nyata pengorbanan umat Islam melalui pengorbanan harta, tenaga, pikiran untuk meringankan beban umat Islam yang sedang ditimpa musibah.
Ketiga, Qurban juga menempah kita untuk memperoleh kesuksesan hidup. Untuk memperoleh kesuksesan hidup juga dibutuhkan pengorbanan. Manusia diciptakan Allah Swt, bukan untuk memperoleh kegagalan akan tetapi untuk memperoleh kesuksesan, baik sukses di dunia maupun sukses di akhirat. Manusia hanya dihadapkan kepada dua pilihan, memilih jalan untuk sukses atau malah memilih jalan kegagalan. Apapun harus rela dikorbankan demi tercapainya kesuksesan hidup. Bagi orang yang enggan untuk berkorban maka orang tersebut akan memperoleh kegagalan.
Keempat, Qurban mengajarkan kita untuk bersikap dermawan, tidak tamak, rakus dan serakah. Kurban mendidik kita untuk peduli dan mengasah sikap sosial. Seseorang tidak pantas kenyang sendirian dan bertaburan harta, sementara banyak orang disekitarnya yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan. Rasulullah Saw juga menegaskan dalam Hadis Riwayat Bazzaar, “Tidaklah beriman kepadaku orang yang dapat tidur dengan perut kenyang sementara tetangganya kelaparan, padahal dia mengetahui.”
Kelima, secara simbolis qurban mendidik kita untuk membunuh sifat-sifat kebinatangan. Dan di antara sifat kebinatangan yang harus kita kubur dalam-dalam adalah sikap mau menang sendiri, merasa benar sendiri dan berbuat sesuatu dengan bimbingan hawa nafsu. Manusia adalah makhluk yang sempurna dan utama. Akan tetapi, jika sikap dan tingkah lakunya dikuasai oleh nafsu, maka pendengaran, penglihatan, dan hati nuraninya tidak akan berfungsi. Jika sudah demikian, maka manusia akan jatuh derajatnya, bahkan lebih rendah dari binatang, sebagaimana Allah terangkan dalam Al Qur’an Surat Al A’raaf ayat 179.
Keenam, Qurban mengingatkan kita agar senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai harkat dan martabat kemanusiaan. Digantinya Ismail dengan seekor domba menyadarkan kita, bahwa mengorbankan manusia di atas altar adalah perbuatan yang dilarang Allah Swt. Ibadah yang kita lakukan harus menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak manusia. Bahkan hewan qurban yang akan kita sembelih pun harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Karena itulah, maka perbuatan semena-mena, keji, kejam, mungkar, dzalim dan lain sebagainya adalah perbuatan yang dibenci dan dilarang oleh Islam. Dalam pandangan Islam membunuh manusia tanpa dasar yang dibenarkan syari’at, sama kejinya dengan membunuh seluruh umat manusia, demikian yang dijelaskan Allah dalam Qur’an Surat Al Ma’idah ayat 32.
Keenam makna Qurban tersebut dapat kita lihat pada kehidupan nabi Ibrahim As. Nabi Ibrahim As, begitu tega mengorbankan anaknya yang sebelumnya merupakan anak yang di tunggu-tunggu keberadaan dan kelahirannya. Dengan segala keikhlasan dan kasih sayang Ibrahim As merelakan anaknya untuk di sembelih, sesuai dengan perintah Allah Swt. Namun Allah Swt maha pengasih dan maha penyayang tidak bermaksud untuk mengorbankan manusia untuk diri-Nya. Tanpa sepengetahuan nabi Ibrahim As anaknya Ismail As yang hendak diqurbankan sudah diganti Allah Swt dengan seekor hewan Qurban.
Hari raya Qurban tidak bisa dilepaskan dari sosok nabi Ibrahim As, sebab sebagaimana telah di jelaskan di awal bahwa sejarah Qurban berawal dari nabi Ibrahim As dan anaknya nabi Ismail As. Oleh karena itu melalui pelaksanaan ibadah Qurban kita dapat meneladani nabi Ibrahim As dan anaknya Ismail As dengan mengaktualisasikan makna ibadah qurban dalam kehudupan.
Penulis : Aktif pada Program Pemberdayaan Masyarakat & Sekretaris PC Muhammadiyah Sungai
Oleh : Sul Pandri, S.Sos.I
Sumber: Cerita Motivasi & Inspirasi
0 Response to "Meneladani Nabi Ibrahim As (Aktualisasi Makna Ibadah Qurban)"
Post a Comment