Cerita di Malam Minggu (Baca: Sabtu Malam)
18.52. Sembilan menit sudah aku menulis, mengisi waktu yang seharusnya kupakai untuk berbelanja di toko swalayan. Ya, seharusnya aku ada di sana sekarang, membeli semua kebutuhan hidupku di Jakarta yang sebagian besarnya sudah habis. Terpaksa kutunda. Atau aku akan memaksakan diri untuk tetap pergi ke sana ketika hujan reda nanti. Sederet kebutuhan yang akan kubeli sudah kucatat dengan rapi. Tapi rencana manusia tidak sepenuhnya dijamin terlaksana. Harus selalu diingat, ada Allah di dekat kita. Dia-lah Yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
07.02. Hey! Sepertinya hujan sudah mulai reda! Coba, ku lihat lagi lebih dekat. Ternyata benar saja! Tinggal gerimis! I’ll go to supermarket now!! Bismillaah…
Aku pun berhenti menulis, memasukkan buku dan alat tulisku ke dalam tas, dan langsung menuju supermarket. Supermarketnya ada di dalam mall yang cukup besar di daerah dekat tempat tinggalku. Aku pun segera membeli semua kebutuhan yang sudah ku catat di buku catatanku karena hari sudah semakin larut dan tidak lama lagi supermarket akan tutup. Total belanjaanku tiga kantong kresek berukuran sedang. Cukup berat bagiku yang bertubuh imut ini. Hehehe..
Perjuanganku belum berakhir. Walaupun mall ini dekat dengan tempat tinggalku, tetap saja terasa sangat jauh karena barang bawaanku cukup banyak dan berat. Berjalan dari supermarket ke luar mall-nya saja sudah terasa lelah. Ah, itu dia! Angkot yang akan mengantarkanku pulang sudah datang. Segera kunaiki angkot itu. Lalu aku duduk dan meletakkan belanjaanku di bagian tempat duduk yang kosong di sebelahku. Aku menghela napas panjang. Lelah. Ah, pundakku terasa sakit. Kupijat pundakku dengan tanganku sendiri. Namun, rasa sakitnya tidak hilang. Usahaku ini hanya menambah masalah. Kini tanganku pun pegal. Serba salah jadinya.
“Kiri, Bang!” Aku kembali mengerahkan tenaga untuk mengangkat barang-barang belanjaanku. Aku pun turun dari angkot berwarna merah itu dan membayar ongkos yang sudah kusiapkan sedari tadi. Ketika membayar ongkos, terpaksa kantong kresek yang kubawa dengan tangan kanan kupindahkan semua ke tangan kiri untuk sementara. Berat sekali. Sebenarnya bisa saja kuletakkan semua barang belanjaanku di bawah alias di jalan. Tetapi aku tidak mau mengambil resiko kresek belanjaanku menjadi kotor. Karena sesampainya di kamar kost, tentu barang bawaanku ini akan kusimpan di atas lantai atau karpet. Kalau kotor, itu artinya, aku juga harus membersihkan lantai atau karpetku. Dan itu tentu akan membuatku semakin lelah. Baiklah, lebih baik menderita sekarang sekalian agar nanti tidak kerepotan.
Setelah membayar ongkos, kupindahkan kembali salah satu kantong kresek ke tangan kananku. Sekarang saatnya aku menyeberang jalan. Untuk sampai di depan gang, aku harus menyeberangi dua jalan. Dan itu tidak mudah. Ya, sering kali menyeberang jalan di sini tidak mudah. Di jalanan yang lurus ini, motor dan mobil berlari begitu cepat seolah jalanan milik nenek moyang mereka dan sama sekali tak mau mengalah pada penyeberang jalan. Jadi, kalau tidak mau beresiko, aku harus menunggu jalanan hingga benar-benar kosong untuk jarak tertentu sehingga memungkinkanku untuk menyeberang jalan. Dan terkadang ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Aku harus bertahan dengan bawaanku yang berat ini. Tenang, Din.. Kuat, Din.. Sebentar lagi sampai.. Aku bergumam dalam hati.
Satu jalan sudah berhasil kuseberangi. Alhamdulillah. Tinggal satu jalan lagi. Pas! Jalanan kosong. Aku bisa langsung meneruskan langkahku untuk menyeberang. Belum. Perjuanganku belum berakhir. Aku masih harus berjalan untuk sampai di tempat tinggalku. Aku memasuki gang kecil, melewati jembatan untuk menyeberang sungai, (lagi-lagi) menyeberang jalan (namun kali ini hanya jalanan yang hanya cukup dilewati satu mobil dari satu arah), lalu kembali menyusuri gang hingga sampai di gerbang masuk rumah.
Aku belum tenang, bahkan harus semakin mengerahkan tenagaku yang sudah hampir habis. Tanganku yang sudah terasa dingin, akibat membawa barang berat sehingga menghambat aliran darah di tanganku, masih harus bertahan. Kamar kost-ku di lantai dua. Mau tidak mau, kuat atau tidak, aku tetap harus menaiki anak-anak tangga ini satu per satu. Hhh..
Akhirnya, tibalah aku di depan pintu kamarku. Tangan kiriku terpaksa membawa semua barang bawaan kembali karena tangan kananku harus merogoh saku-saku jaketku untuk mencari kunci kamarku. Tangan kiriku semakin terasa lemah, hingga akhirnya kunci itu ditemukan. Segera aku membuka pintu kamarku, memasukinya, dan (akhirnya) kuletakkan semua belanjaan di atas karpet cokelatku. Kunyalakan semua lampu (kamar, kamar mandi, dan luar kamar), membuka kaus kaki, memasukkan sepatu ke dalam kamar, dan mengunci pintu. Segera kuambil segelas air mineral dan kuteguk hingga habis, tak bersisa setetes pun. Hhh.. Alhamdulillaahirobbil’aalamiin… Tanpa kekuatan dari-Nya, aku tak akan sanggup melewati ini dengan baik. Big thank’s to Allah. ??
Sumber: Cerita Motivasi & Inspirasi
0 Response to "Cerita di Malam Minggu (Baca: Sabtu Malam)"
Post a Comment