Asyiknya Liburan Islami

Liburan, Wisata, Jalan-Jalan, Islami, Hukum Liburan

Mendengar kata libur atau liburan, boleh dibilang semua orang pasti bergembira. Mulai dari anak TK, sampai mahasiswa, para pekerja profesional ataupun pejabat sekalipun. Gembira mendengar besok libur, atau sebentar lagi musim liburan panjang adalah bagian dari fitrah manusia.

“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.” QS. Ar-Rum:30.

Musim liburan sudah di depan mata. Masa yang penuh sukacita untuk mengembalikan kehangatan sebuah keluarga maupun mempererat pertemanan setelah disibukkan dengan aktivitas rutin dalam bekerja, belajar atau kuliah.

Saatnya kita mengambil waktu jeda untuk mengistirahatkan otak dan membuatnya segar kembali, merehatkan fisik untuk menjadikannya bugar kembali, menghidupkan ruhani untuk senantiasa hidup selalu.

Liburan dalam Kaca Mata Islam

Islam agama fitrah dan seimbang. Islam menganjurkan pemeluknya untuk bekerja juga berlibur. Menyuruh untuk beribadah juga rahah atau refressing. Menggapai sukses di dunia juga sukses di Akhirat.

Berlibur pada dasarnya adalah mengalihkan waktu dengan melaksanakan kegiatan yang bertujuan rehat, atau menggunakan waktu dengan bersantai, terbebas dari rutinitas keseharian, namun tetap bernilai ibadah dan bermanfaat. Tidak ada yang sia-sia dalam setiap jenak-jenak kehidupan seorang muslim.

Bagaimana Islam memandang kegiatan yang tujuannya untuk tarwih atau refressing, seperti berlibur ini? Allah swt. berfirman berkaitan dengan anjuran untuk mengadakan perjalanan atau traveling di muka bumi (salah satu contoh bentuk kegiatan berlibur):

“Katakanlah: “Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa.” QS. An-Naml:96.

“Pada dasarnya tabiat manusia sebagaimana yang Allah swt. ciptakan tidak suka beban yang memberatkan, bosan dengan pekerjaan yang melelahkan, capek jika semua kesempatan tersita untuk bekerja, lebih lagi pekerjaan yang membebani jiwa, seperti amal ibadah. Karena kadang rasa bosan dan capek menyergap ke relung jiwa, sehingga menyebabkan drop dan gagal. Manusia membutuhkan suasana yang bisa merehatkan jiwanya, otaknya, dan fisiknya.”[1]

Karena itu Rasulullah saw. bersabda: “Hendaknya (wajib) bagi kalian bekerja atau beramal yang tidak memberatkan. Demi Allah, sesungguhnya Allah tidak akan pernah bosan sampai kalian sendiri merasa bosan.” HR. Muslim.[2]

Imam Abu Daud dalam kumpulan Marasilnya mengatakan: “Rehatkan jiwa kalian sesaat kemudian sesaat lagi.”[3]

Dalam riwayat panjang bahwa sahabat Hanzhalah ra. -beliau termasuk salah satu juru tulis Nabi saw.- dan sahabat Abu Bakar merasa dirinya munafik, di mana di depan Nabi mereka semangat beriman dan beribadah, namun jika mereka bertemu dengan keluarga, istri, atau anak-anak, menyebabkan mereka lupa. Sehingga keduanya menemui Nabi saw. dan menceritakan kondisi tersebut. Maka Nabi bersabda: “Demi jiwaku yang berada dalam Genggaman-Nya, jika kalian senantiasa dalam kondisi berdzikir dalam segala kondisi sebagaimana ketika kalian bersama saya, maka para Malaikat akan menyalami kalian, di rumah-rumah kalian dan di jalan-jalan kalian. Akan tetapi wahai Hanzhalah, Sesaat demi sesaat. Beliau mengatakan ini tiga kali.” HR. Muslim.[4]

Imam An-Nawawi mengomentari hadits ini dengan mengatakan: “Sesaat melakukan demikian dan sesaat lainnya melakukan yang lain.”[5]

Imam An-Nawawi mengatakan: “Rehatkan jiwa kalian dari rutinitas ibadah, dengan melakukan hal yang dibolehkan, yang tidak ada dosa tapi juga tidak berpahala.” Sahabat Abu Darda’ ra. menyatakan: “Sungguh, saya merefress jiwa saya dengan melakukan sebagian sendau-gurau atau permainan yang dibolehkan, agar saya kembali giat dalam melaksanakan kebaikan.” Sedangkan Imam Ali ra. berkata: “Rehatkan hati kalian, karena hati juga merasa bosan sebagaimana jiwa kalian merasa capek dan bosan.”[6]

Mari kita simak juga sabda Rasulullah saw. yang memperingatkan kepada kita agar bersikap seimbang dan tidak memberatkan diri: “Sesungguhnya agama ini mudah. Tiada orang yang memberatkan diri dalam urusan agama, kecuali ia akan dikalahkan. Maka mudahkanlah, mendekatlah, bergembiralah, dan gunakan sebaik mungkin waktu pagi, waktu sore dan sebagian waktu malam kalian -untuk memperbanyak kebaikan-.” HR. Bukhari.[7]

Imam An-Nawawi mengomentari hadits ini seraya berkata: “Orang yang memberatkan diri dalam masalah agama akan dikalahkan oleh agama itu sendiri, ia nantinya akan bosan melaksanakan amalan agama. Gunakan waktu giat kalian untuk taat kepada Allah dengan melaksanakan beragam amal kebaikan. Gunakan saat suasana hati kalian lagi fress untuk meraskan kenikmatan ibadah, sehingga kalian tidak akan merasa bosan, dan kalian akan mendapatkan apa yang kalian inginkan.”[8]

Rasulullah saw. sebagai panutan umat manusia memberi contoh bagaimana memanfaatkan waktu untuk rehat dan berlibur. Aisyah ra. meriwayatkan bahwa ayahnya, Abu Bakar bertandang ke rumah Aisyah, ketika itu dua budak Aisyah sedang bermain perang-perangan, pada hari-hari Mina. Sedangkan Nabi mengintip perbuatan keduanya di balik bajunya. Abu Bakar melarang keduanya melakukan hal tersebut. Maka Nabi membuka bajunya seraya bersabda: “Biarkan keduanya wahai Abu Bakar, Karena ini adalah hari-hari raya. Itulah hari-hari Mina.”

Aisyah berkata: “Saya berada di belakang Nabi ketika saya melihat sekelompok orang-orang Habasyah sedang bermain di masjid. Ketika itu sahabat Umar memarahi mereka. Maka Nabi bersabda: “Biarkan mereka. Mereka memberi rasa aman, mereka dari Bani Arfadah.” HR. Imam Bukhari.[9]

Bahkan Nabi saw. bercanda bersama para sahabat dalam suatu kesempatan untuk mengibur dan rehat diri. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. berkata: “Para sahabat bertanya; Wahai Rasulullah, Engkau bercanda dengan kami? Beliau menjawab: “Sesungguhnya saya tidak berkata kecuali kebenaran.” HR. Imam At-Tirmidzi, dia berkata: Hadits ini Hasan Sahih.[10]

Dari nash-nash tersebut di atas menyimpulkan kepada kita bahwa Islam sangat memperhatikan keseimbangan dalam hidup; antara serius dan rehat, antara bekerja dan berlibur, antara beribadah dan rahah. Namun kedua kondisi yang berbeda ini bisa bernilai ibadah dan bermanfaat, tergantung niat dan bentuk kegiatannya. Kesimpulan ini diperkuat suatu penelitian yang dirilis dalam suatu jurnal, disebutkan bahwa: “Wanita yang sering melakukan liburan, ternyata dapat terhindar dari serangan depresi dan keletihan. Sebaliknya, para wanita yang jarang berlibur kerap mengalami stres dan insomnia.”[11]

Bentuk Kegiatan Liburan

Di awal disebutkan bahwa liburan bisa menjadi momentum untuk mengembalikan kehangatan keluarga bagi yang sudah berkeluarga atau juga mempererat pertemanan, setelah disibukkan dengan aktivitas rutin. Merefress otak, fisk juga ruhani. Dalam mengisi liburan, hendaknya ditentukan topiknya atau targetnya. Misalnya liburan ini anak saya bisa lancar membaca Al-Qur’an, maka anak saya, saya ikutkan pesantren kilat Tahsin Al-Qur’an. Liburan ini target saya sendiri bisa hafal juz dua puluh sembilan.

Contoh lain terkait topik pengetahuan agama misalkan; orang tua mengadakan lomba mendongeng kisah-kisah para nabi. Untuk masalah sosial, anak bisa diajak untuk melakukan “cuci lemari pakaian”, memilih baju-baju yang sudah tidak digunakan lagi. Setelah selesai, anak bisa diajak bersilaturahmi ke panti asuhan dan memberikan baju-baju layak pakai yang telah dipilih. Untuk topik emosional bisa dilakukan dengan cara lomba melukis dan menempel gambar wajah. Anak diminta menggambarkan wajah dengan emosi baik dan emosi tidak baik. Anak juga bisa diminta untuk membuat daftar perbuatan baik atau buruk yang diketahuinya. Yang lebih menarik, anak juga bisa diajak untuk bermain peran. Misalnya anak dibawa dalam sebuah situasi tertentu lalu anak diminta untuk mengekspresikan perasaannya terhadap situasi tersebut.

Liburan juga bisa dipakai untuk mengajarkan anak mencintai binatang dan melakukan kegiatan sosial. Kegiatan outbound juga bisa dilakukan di rumah, tidak harus di tempat yang jauh dan membutuhkan biaya. Semua benda yang ada di rumah bisa dimanfaatkan sebagai sarana outbound. Misalnya panci, sendok, kardus bekas, tali jemuran, kursi makan, seprai, papan, dan sebagainya. Yang penting alat-alat itu harus aman, tidak mudah pecah sehingga tidak berbahaya bagi anak. Caranya, sebelum memulai bentuklah panitia kecil keluarga lalu rancanglah permainan secara bersama-sama, dari cara bermain hingga peraturan. Buatlah juga yel-yel untuk menyemangati setiap peserta.

Contoh lain dari bentuk kegiatan liburan atau sarana refressing yang menyenangkan adalah menjalankan hoby olah raga, berenang, rihlah, berkemah, kumpul bareng di malam hari di pantai atau taman dan lain-lain. Tentu akan lebih bermakna jika acara itu didesain menyenangkan dan mendidik. Bahkan akan lebih berkesan jika dibarengi dengan adanya pembagian door price atau hadiah. “Saling berbagi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai.” HR. Imam Bukhari.

Memilih Liburan yang Bernilai Lebih

Di atas telah disebutkan bentuk atau sarana refessing yang beragam jenisnya, namun ada sarana yang bernilai lebih yang bisa mengcafer semua tujuan dari berlibur; yaitu melaksanakn ibadah Umrah, atau ziarah ke Haram. Bahkan nilai ruhani dan pahala dalam pelaksanaan kegiatan ini berlipat ganda.

Rasulullah saw. bersabda: ”Tidak dianjurkan untuk melakukan rihlah atau kunjungan (dalam rangka ibadah) ke suatu tempat, kecuali ke tiga masjid (saja), yaitu Masjidil Haram, Masjidku (Masjid Nabawi) dan Masjid Al-Aqsha” HR. Imam Muslim.

Rasulullah saw. bersabda: “Mekah tempat beribadah yang digandakan semua bentuk ibadah menjadi seratus ribu kali dari yang dilakukan di luar kota Mekah.” HR. Imam Bukhari.

Rasulullah saw. bersabda: “Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) ini lebih baik daripada seribu kali shalat di tempat lain kecuali masjidil Haram.” HR. Bukhari dan Muslim

Rasulullah saw. bersabda: “Dari satu Umroh ke Umroh yang lain menjadi penebus dosa antara waktu keduanya, selagi tidak berbuat dosa besar.” HR. Imam Bukhari dan Muslim.

Persiapan Liburan

Agar liburan kita berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan, menyenangkan dan bernilai lebih ada beberapa hal yang hendaknya kita persiapkan jauh-jauh hari, di antaranya:

Pertama, Merencanakan budget untuk liburan. Kita bisa memasukkan persiapan dana liburan sebagai salah satu tujuan keuangan kita. Persiapan ini setidaknya kita lakukan jauh-jauh hari; enam bulan sampai satu tahun sebelumnya.

Kedua, Buatlah tujuan berlibur dan susun acara yang menarik dan jelas. Dan usahakan tujuan dan acara itu tercapai dengan baik.

Ketiga, Tentukan objek liburan, lama liburan, dan tempat kita sekeluarga menginap selama liburan. Sebaiknya kita melibatkan anak-anak dalam menentukan tujuan liburan kita, sehingga kita dapat mengetahui tempat dan liburan seperti apa yang anak-anak kita inginkan.

Keempat, Selesaikan pekerjaan kantor kita sebelum kita dan keluarga berlibur, agar selama liburan, pikiran kita tidak terganggu dengan urusan pekerjaan kantor.

Kelima, Jaga kesehatan kita dan keluarga sebelum liburan tiba. Nah, Selamat Berlibur! Allahu A’lam. Washallahu ‘ala Muhammad wa’ala aalih washahbihi wasallam.

(Tulisan ini atas permintaan Majalah “Manhajuna”, yang dikelola oleh Forum Silaturahim Majelis Taklim Indonesia di Riyadh)

0 Response to "Asyiknya Liburan Islami"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel